Mezquita Cordoba Pernah Jadi Yang Terbesar di Eropa
DENTANG lonceng menjadi pertanda berakhirnya misa di Mezquita-Catedral Cordoba, Spanyol. Setiap hari, pukul 09.00–09.30, puluhan hingga ratusan jemaat menghadiri misa di tempat bersejarah tersebut. Sesuai dengan namanya, tempat itu dulu memang merupakan sebuah masjid (mezquita). Namun, seiring dengan pergantian kekuasaan, mezquita itu menjadi tempat peribadatan umat Katolik (katedral).
Meski begitu, warga Cordoba tetap menyebut bangunan itu sebagai mezquita. Setelah tidak lagi menjadi masjid dan kini difungsikan sebagai katedral, bangunan tersebut menjadi ikon utama Cordoba sekaligus must visited place (tempat yang wajib dikunjungi) wisatawan yang bertandang ke kota di selatan Spanyol itu. Setiap hari ribuan wisatawan dari berbagai penjuru dunia mengunjungi Mezquita-Catedral Cordoba. Bukan hanya kalangan muslim, tapi juga umat nasrani dan yahudi.
’’Tempat ini menjadi simbol hubungan yang harmonis antarumat beragama,’’ tutur Isabel, perempuan asli Cordoba yang menjadi pemandu wisatawan di mezquita.
Islam masuk ke Cordoba pada pertengahan abad ketujuh. Pada era itu pula pembangunan mezquita dimulai. Selama lima abad masa pemerintahan Islam di Cordoba, bentuk mezquita terus berkembang.
Salah satu ciri utama mezquita itu adalah pintu masuknya yang berbentuk kubah. Di bagian tersebut ada tulisan Arab. Bentuknya memang tidak lagi utuh. Di beberapa bagian ada huruf yang rusak sehingga tidak bisa dibaca.
Selain di gerbang, huruf Arab terpampang di pilar. Yang paling banyak berada di sekitar mihrab, tempat imam memimpin salat. Dinding di sekitar mihrab dipenuhi ukiran huruf Arab alias kaligrafi yang indah. Di beberapa pilar juga ditemui tulisan Arab. Ukurannya tidak terlalu besar. Artinya pun macam-macam. Kebanyakan adalah pujian akan kebesaran Allah SWT.
Di antara jejak Islam di mezquita, yang menjadi pusat perhatian adalah mihrab. Tempat tersebut berukuran sekitar 1 x 2 meter. Pengunjung tidak bisa menyentuh dinding di kawasan mihrab karena tempat itu dibatasi pagar besi. Pada masa keemasan Islam di Cordoba, mezquita menjadi tempat yang sangat istimewa. Mezquita adalah pusat peradaban Islam kala itu. Bukan hanya tempat ibadah, tapi juga simbol kebesaran Islam.
Mezquita pada zaman keemasannya mampu menampung lebih dari 2.400 jamaah dan menjadi masjid terbesar di Eropa. Kemegahan mezquita hanya kalah oleh Masjidilharam di Makkah dan Masjid Agung Casablanca di Maroko.
Era kepemimpinan Islam di Cordoba berakhir pada pertengahan abad ke-12. Hal itu berimbas pada status mezquita. Pemerintahan nasrani menjadikan mezquita sebagai gereja. Bentuk bangunan dirombak. Ornamen khas Roma pun menjadi wajah baru mezquita. Dinding bangunan dihiasi lukisan tentang kisah-kisah Bunda Maria dan Yesus. Ada pula bagian mezquita yang menjadi tempat pengakuan dosa.
Bagian tengah bangunan menjadi tempat misa. Ada puluhan bangku panjang yang disediakan untuk menampung jemaat. Musik yang mengiringi lantunan pujian berasal dari piano abad ke-15. Ketika misa berlangsung, mezquita ditutup. Pengunjung dilarang masuk.
Pertanda dimulainya misa adalah lonceng yang berdentang dari menara setinggi sekitar 30 meter. Pada masa Islam, menara itu digunakan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan sebagai pertanda masuk waktu salat. Ide pembangunan menara tersebut berasal dari kalifah kala itu, Abdul al-Rahman II. Kini tempat azan tersebut tertutup menara lonceng gereja yang di atasnya berdiri patung Saint Rafael, ’’malaikat penjaga’’ Kota Cordoba.
Keindahan mezquita tidak hanya terlihat dari bentuk fisik bangunan. Mezquita juga dilengkapi taman nan menawan. Di pelataran mezquita ada taman yang teduh dengan hiasan beraneka pohon. Ada pohon cemara dan kurma. Meski dari luar terlihat seperti bangunan tua, nuansa di dalammezquita sangat asri. Keindahan mezquita adalah buah karya keagungan arsitektur Islam.
Kombinasi antara budaya Islam dan nasrani membuat mezquita menjadi tempat yang istimewa. Dari masjid menjadi gereja. Dinding berhias kaligrafi bersanding dengan arsitektur gothic serta renaisans. Meski kini status resminya adalah gereja, mezquita merupakan destinasi wisata nomor satu di Cordoba.
Banyak papan petunjuk di kota itu yang mengarahkan tujuan ke mezquita. Menjadi hal yang ’’aneh’’ bila tidak mengunjungi mezquita kala bertandang ke Cordoba. Ketika berkeliling mezquita akhir pekan lalu, Jawa Pos bertemu wisatawan dari Palestina, Jepang, Mesir, Prancis, dan Tiongkok.
Sebagai destinasi wisata, kawasan di sekitar mezquita pun tidak lagi ’’suci’’ layaknya tempat beribadah. Toko-toko suvenir dan rumah makan tumbuh subur di sekitarnya. Mereka buka mulai pukul 10 pagi, seiring dengan berakhirnya misa dan mulai dibukanya mezquita untuk umum.
Antusiasme wisatawan ’’ditangkap’’ dengan cerdas oleh Pemerintah Kota Cordoba. Paket kunjungan ke mezquita menjadi andalan. Setiap pengunjung wajib membayar 8 euro atau sekitar Rp 130 ribu untuk tiket masuk. Bayangkan, berapa pendapatan yang diraup pemerintah setempat jika dalam sehari saja ada ribuan pengunjung ke mezquita.
Sebebas-bebasnya tempat wisata, mezquita tetap sebuah rumah ibadah. Karena itu, kesakralannya harus dijaga. Pengelola mewajibkan setiap pemandu menggunakan alat percakapan khusus saat membawa pengunjung berkeliling mezquita. Kebijakan itu baru diberlakukan dua bulan lalu. Menurut Isabel, hal itu ditujukan agar suasana di dalam mezquita tidak berisik. Pemandu cukup berbicara lewat alat khusus tersebut dan langsung bisa didengar pengunjung melalui earphone.
Puluhan petugas keamanan berjaga di kompleks mezquita. Sebagian besar berada di dalam bangunan. Mereka mengingatkan pengunjung untuk tidak memegang bagian-bagian tertentu yang rawan rusak. Mereka juga mengingatkan pengunjung untuk menjaga ketenangan dengan tidak bersuara keras atau tertawa di dalam mezquita.
Sejarah perang agama yang mengiringi keberadaan mezquita kadang menjadi isu yang sensitif. Pada 2010 terjadi insiden kekerasan antara petugas kemanan dan pengunjung. Saat itu lebih dari 100 wisatawan muslim asal Austria mengunjungi mezquita. Beberapa di antara mereka berniat salat di dalam mezquita. Namun, petugas melarang sehingga terjadilah bentrokan.
Islam memang pernah berjaya di Cordoba selama sekitar 500 tahun. Hal itu setidaknya memberikan warna bagi kehidupan warga kota berpenduduk sekitar 340 ribu jiwa tersebut. Beberapa toko dan jalan di Cordoba memakai nama berbau Islam. Komunitas muslim juga masih tetap eksis di kota itu. Jumlahnya memang tidak banyak. Ratusan. Kebanyakan di antara mereka adalah kaum imigran Maroko.
Keindahan mezquita dimanfaatkan warga untuk banyak hal. Mulai mencari rezeki hingga kegiatan pribadi. Misalnya, menjadikan mezquita sebagai tempat pemotretan pre wedding.
(bersambung ke bag. 2)
Sumber : http://www.jawapos.com/baca/artikel/2784/Mezquita-Cordoba-Pernah-Jadi-Yang-Terbesar-di-Eropa dg sedikit tambahan ilustrasi